Keadaan sosial keagamaan masyarakat Jawa pada pertengahan abad sembilan belas kurang tertib mengikuti syariat agama. Banyak masyarakat yang melakukan praktek maksiat, melakukan praktek ibadah tanpa panduan ilmu, juga mereka banyak mengabdi kepada pihak penjajah. Sehingga kemerdekaan dan martabatnya digadaikan untuk mburu dunyo.
Dalam syair dalam bahasa Jawa, Syekh KH Ahmad Rifai menuliskan kondisi masyarakat saat itu;
Tinemu tanah jawi wong nasaraken ditut
Satengah ratu bupati luwih sasar luput
Tan ngistoaken sabenere syara sinebut
Tan nejo tobat maring Allah emut
Satengah alim lan haji katut kesasar
Saking pengajake wong munafiq kufar
Setelah menghabiskan masa belajar di pondok kaliwungu, dan beberapa tahun mencari ilmu di Haramain (Mekah-Madinah) beliau pulang dengan membawa cita-cita perubahan.
Langkah awal yang dilakukannya dengan meluruskan arah kiblat Masjid Agung Kendal. Karena Masjid Agung terletak di tempat kelahiran Ahmad Rifai, Tempuran, Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Juga mulai mengetengahkan protes keagamaan menyangkut praktek sebo (praktek menghormat kepada Penjajah yang berlebihan). Misalnya beliau mengetengahkan syiiran.
Mukmin bungkuk kekasab nandur ketelo
Iku luwih becik tinimbang ngawulo ing londo
Mukmin bungkuk kekasab nandur jejagung
Iku luwih becik tinimbang ngawula ing Tumenggung.
Beberapa ulama birokrat merespon dengan cara melaporkan kepada pemerintah Hindia Belanda tentang protes-protes yang meresahkan itu. Residen Belanda tidak begitu menanggapi, tetapi karena laporannya terus menerus hingga akhirnya Residen sempat memanggil ke pengadilan untuk disidang. Karena di kota Kendal Ahmad Rifa’I mendapatkan perlawanan dan teror psikis, dari beberapa ulama birokrat.
Akhirnya Ahmad Rifai mengasingkan diri ke Kalisalak Kecamatan Limpung Kabupaten Batang Jawa Tengah. Disana ia melanjutkan untuk membuka majlis ta’lim, dan memperistri janda demang Kalisalak. Lama-lama majlis ta’lim itu didatangi santri dari berbagai penjuru kota. Ada yang dari Wonosobo, Pekalongan, Kendal, Temanggung, Pati. Kemudian lahirlah Pondok Pesantren Kalisalak.

Tiap hari ada saja macam-macam santri yang datang. Ada yang kedatanggannya karena wasiat dari gurunya untuk ngangsu kaweruh kepada KH. Ahmad Rifa’I, Sebagaimana Hadis santri asal Sapuran Wonosobo yang dipesani gurunya untuk berguru kepada kiai Rifa’I, yang disebut sebagai Kiai Umbul-umbul Waring. Selain Hadis, santri dari Purwosari Kendal, Tubo kedatangannya ke tlatah kalisalak Batang itu karena ingin mencari ilmu, tetapi dengan menguji terlebih dulu calon gurunya itu.
Setiba di pesantren Kalisalak Tubo menunjukkan kesaktian kanuragannya, bagaimana dengan kesaktiannya ia bisa mentiungke pohon glugu. Akhirnya santri yang lain kepancing untuk turut menunjukkan kesaktiannya hanya dengan cara mengacungkan tangan banyak kelapa yang jatuh. Pertunjukkan itu membuat Tubo menasehati, “kalau dengan cara begitu, kita tidak amanah. Karena disuruh metik tiga tapi yang jatuh bisa enam sampai delapan. Artinya itu tidak sesuai dengan perintah guru. “ setelah Tubo memberi penjelasan tentang kelemahan Akhirnya kedipan mata Tubo membuat jumlah kelapa yang berjatuhan sesuai yang dikehendaki guru.
Beberapa santri mengusulkan kepada Mbah Rifa’I agar ada penempaan kesaktian, sebagai ‘ektra kurikuler.
Mbah Rifa’I menjawab dalam ulasannya tentang Karamah:
Kayapa bener wong kepingin karamah
Angowahaken ing dlohire ning adat
Biso mabur ning awing-awang dihajat
Manuk Mabur hina kadedehan munfaat
Dadi rizqine manusa kacawisan
Ora mulyo mungguh Allah kaderajatan
Lamon kepingin ngambah banyu linakonan
Maka weruho bebek meri kinaweruhan
Pada bisa ngambah banyu tan luhur derajat
Mungguh Allah balik hina dihajat
Dadi pepangane manusa munfaat
Apa patut kepingin nemu iku karamah
Dipungkasi dengan
ثُمَّ الْحَقِقِيُّ مِنَ الْكَرَامَةِ اَنْ تَحْصُلَنَّ لِنَفْسِ الْاِسْتِقَامَةِ
Maka satemene saking aran karamatan
Mungguh Allah ingdalem syara panggeran
Iku arep hasil jenengaken sah iman
Kaduwe sarirane sah ibadah linakonan
Dlohir batin maring Allah milahur
Saking dunyo haram sakuwasane mungkur
Ilmu manfaat akherat kinawe masyhur
Agamane Allah mulyo ginawe luhur
Penulis: Ahmad Syaifullah/red
Comment